Anak Takut Lantaran Sering Ditakut-takuti
“Mama....nggak mau ke dokter. Takut sama pak dokter!” jerit Pingkan, bocah pra sekolah sambil masuk ke kamar. Tak hanya sosok dokter, sosok binatang seperti ayam, anjing, kucing pun seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi anak-anak. Tak heran rasa takut pada anak pun muncul.
Mengapa anak takut? Adakah sesuatu yang mengganggu dirinya atau bahkan orangtua sendiri yang sering kali membuat rasa takut dan tidak nyaman memenuhi perasaan anak?
Ternyata rasa takut muncul lantaran orang terdekat, dalam hal ini orangtua, kakak, bahkan pembantu di rumah lah yang sering menakuti anak. Tidak Percaya? Coba diingat-ingat betul, pernahkah ada kalimat "Awas, kalau ndak mau makan, Mama panggil pak Dokter ya biar disuntik!" Atau kalimat, "Lihat tuh anjing di depan, kalau adik nangis terus, nanti Mbak panggil anjingnya biar digigit!"
Ya, ternyata dari kalimat tersebutlah, yang membuat anak-anak takut. Mungkin bagi orangtua cara menakuti seperti itu dianggap ampuh untuk membuat anak diam dan menuruti perintah. Tapi, akibatnya anak menjadi ketakutan terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti dan dihindari.
Perasaan takut biasanya bergantung pada apa yang dialaminya. Pada umumnya anak usia tiga tahun memiliki rasa takut yang meningkat dibandingkan usia sebelumnya. Karena, anak usia tersebut secara kognitif sudah lebih mampu melihat tentang hubungan sebab akibat terutama pada hal-hal sederhana.
Hindari Pencetus Rasa Takut
Cara anak mengatasi rasa takut tersebut terkadang memang terlalu berlebihan atau kurang tepat, hal ini memang dipengaruhi oleh pola pikirnya yang masih sederhana. Misalnya si Putri pernah ketakutan melihat kucing karena menyangka kucing tersebut akan menggigitnya. Agar tidak terancam lagi dengan kucing akhirnya ia menghindari semua kucing. Untuk lebih aman, ia pun menghindari tempat-tempat di mana ia melihat banyak kucing misalnya di taman dekat rumah. Sehingga bisa saja ia jadi ogah jalan-jalan di taman seperti yang rutin ia lakukan.
Biasanya rasa takut tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar beberapa minggu. Namun terkadang orangtua juga harus membantu menghilangkan rasa takut tersebut.
Misalnya untuk Putri yang takut kucing, orangtua dapat mengubah persepsinya bahwa kucing jahat. Orangtua dapat menceritakan pengalamannya bersama kucing yang baik. Bila memungkinkan orangtua juga dapat mengajaknya melihat kucing dan mengelus-ngelus kucing yang orangtua sudah yakin bahwa memang kucing tersebut jinak. Hal ini dapat mengubah persepsi anak yang menganggap semua kucing jahat.
Takut Berkembang Menjadi Phobia
Perlu diwaspadai jika tidak ada usaha orangtua untuk mengatasi rasa takut anak. Tidak tertutup kemungkinan rasa takut berkembang menjadi phobia. Sebagai contoh kebanyakan orang takut bila berada di ketinggian. Namun rasa takut tersebut masih bisa kita atasi. Orang yang mengalami phobia, bisa saja lemas, sesak napas, atau berteriak keras karena saking takutnya berada di ketinggian.
Apakah balita bisa terkena phobia? Hal ini tergantung dari beberapa faktor, yang meliputi kepribadian anak, apakah tipe anak yang pemberani atau tipe anak yang penakut; juga bergantung pada pengalamannya, seberapa traumatik kah pengalaman tersebut baginya.
Atasi Phobia
Perlu proses dan latihan terus-menerus untuk mengurangi phobia pada anak. Ketakutan irasional ini bisa tergeneralisasi. Misalnya, takut dokter pada anak, dapat tergeneralisasi pada hal-hal lain yang masih berhubungan. Umpama, melihat orang berbaju putih saja dia ketakutan.
Tak heran begitu masuk ruang periksa atau bertemu dengan dokter dalam sosok yang nyata, pastilah dia menjerit-jerit dan menangis ketakutan. Seharusnya phobia bisa diatasi sejak dini oleh orangtua. Tetapi kalau phobia yang ia alami cukup parah atau sudah tidak bisa diatasi orangtua, maka bantuan psikolog anak diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai.
Minggu, 01 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Minggu, 01 November 2009
In:
news
ketakutan pada anak
Anak Takut Lantaran Sering Ditakut-takuti
“Mama....nggak mau ke dokter. Takut sama pak dokter!” jerit Pingkan, bocah pra sekolah sambil masuk ke kamar. Tak hanya sosok dokter, sosok binatang seperti ayam, anjing, kucing pun seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi anak-anak. Tak heran rasa takut pada anak pun muncul.
Mengapa anak takut? Adakah sesuatu yang mengganggu dirinya atau bahkan orangtua sendiri yang sering kali membuat rasa takut dan tidak nyaman memenuhi perasaan anak?
Ternyata rasa takut muncul lantaran orang terdekat, dalam hal ini orangtua, kakak, bahkan pembantu di rumah lah yang sering menakuti anak. Tidak Percaya? Coba diingat-ingat betul, pernahkah ada kalimat "Awas, kalau ndak mau makan, Mama panggil pak Dokter ya biar disuntik!" Atau kalimat, "Lihat tuh anjing di depan, kalau adik nangis terus, nanti Mbak panggil anjingnya biar digigit!"
Ya, ternyata dari kalimat tersebutlah, yang membuat anak-anak takut. Mungkin bagi orangtua cara menakuti seperti itu dianggap ampuh untuk membuat anak diam dan menuruti perintah. Tapi, akibatnya anak menjadi ketakutan terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti dan dihindari.
Perasaan takut biasanya bergantung pada apa yang dialaminya. Pada umumnya anak usia tiga tahun memiliki rasa takut yang meningkat dibandingkan usia sebelumnya. Karena, anak usia tersebut secara kognitif sudah lebih mampu melihat tentang hubungan sebab akibat terutama pada hal-hal sederhana.
Hindari Pencetus Rasa Takut
Cara anak mengatasi rasa takut tersebut terkadang memang terlalu berlebihan atau kurang tepat, hal ini memang dipengaruhi oleh pola pikirnya yang masih sederhana. Misalnya si Putri pernah ketakutan melihat kucing karena menyangka kucing tersebut akan menggigitnya. Agar tidak terancam lagi dengan kucing akhirnya ia menghindari semua kucing. Untuk lebih aman, ia pun menghindari tempat-tempat di mana ia melihat banyak kucing misalnya di taman dekat rumah. Sehingga bisa saja ia jadi ogah jalan-jalan di taman seperti yang rutin ia lakukan.
Biasanya rasa takut tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar beberapa minggu. Namun terkadang orangtua juga harus membantu menghilangkan rasa takut tersebut.
Misalnya untuk Putri yang takut kucing, orangtua dapat mengubah persepsinya bahwa kucing jahat. Orangtua dapat menceritakan pengalamannya bersama kucing yang baik. Bila memungkinkan orangtua juga dapat mengajaknya melihat kucing dan mengelus-ngelus kucing yang orangtua sudah yakin bahwa memang kucing tersebut jinak. Hal ini dapat mengubah persepsi anak yang menganggap semua kucing jahat.
Takut Berkembang Menjadi Phobia
Perlu diwaspadai jika tidak ada usaha orangtua untuk mengatasi rasa takut anak. Tidak tertutup kemungkinan rasa takut berkembang menjadi phobia. Sebagai contoh kebanyakan orang takut bila berada di ketinggian. Namun rasa takut tersebut masih bisa kita atasi. Orang yang mengalami phobia, bisa saja lemas, sesak napas, atau berteriak keras karena saking takutnya berada di ketinggian.
Apakah balita bisa terkena phobia? Hal ini tergantung dari beberapa faktor, yang meliputi kepribadian anak, apakah tipe anak yang pemberani atau tipe anak yang penakut; juga bergantung pada pengalamannya, seberapa traumatik kah pengalaman tersebut baginya.
Atasi Phobia
Perlu proses dan latihan terus-menerus untuk mengurangi phobia pada anak. Ketakutan irasional ini bisa tergeneralisasi. Misalnya, takut dokter pada anak, dapat tergeneralisasi pada hal-hal lain yang masih berhubungan. Umpama, melihat orang berbaju putih saja dia ketakutan.
Tak heran begitu masuk ruang periksa atau bertemu dengan dokter dalam sosok yang nyata, pastilah dia menjerit-jerit dan menangis ketakutan. Seharusnya phobia bisa diatasi sejak dini oleh orangtua. Tetapi kalau phobia yang ia alami cukup parah atau sudah tidak bisa diatasi orangtua, maka bantuan psikolog anak diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai.
“Mama....nggak mau ke dokter. Takut sama pak dokter!” jerit Pingkan, bocah pra sekolah sambil masuk ke kamar. Tak hanya sosok dokter, sosok binatang seperti ayam, anjing, kucing pun seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi anak-anak. Tak heran rasa takut pada anak pun muncul.
Mengapa anak takut? Adakah sesuatu yang mengganggu dirinya atau bahkan orangtua sendiri yang sering kali membuat rasa takut dan tidak nyaman memenuhi perasaan anak?
Ternyata rasa takut muncul lantaran orang terdekat, dalam hal ini orangtua, kakak, bahkan pembantu di rumah lah yang sering menakuti anak. Tidak Percaya? Coba diingat-ingat betul, pernahkah ada kalimat "Awas, kalau ndak mau makan, Mama panggil pak Dokter ya biar disuntik!" Atau kalimat, "Lihat tuh anjing di depan, kalau adik nangis terus, nanti Mbak panggil anjingnya biar digigit!"
Ya, ternyata dari kalimat tersebutlah, yang membuat anak-anak takut. Mungkin bagi orangtua cara menakuti seperti itu dianggap ampuh untuk membuat anak diam dan menuruti perintah. Tapi, akibatnya anak menjadi ketakutan terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti dan dihindari.
Perasaan takut biasanya bergantung pada apa yang dialaminya. Pada umumnya anak usia tiga tahun memiliki rasa takut yang meningkat dibandingkan usia sebelumnya. Karena, anak usia tersebut secara kognitif sudah lebih mampu melihat tentang hubungan sebab akibat terutama pada hal-hal sederhana.
Hindari Pencetus Rasa Takut
Cara anak mengatasi rasa takut tersebut terkadang memang terlalu berlebihan atau kurang tepat, hal ini memang dipengaruhi oleh pola pikirnya yang masih sederhana. Misalnya si Putri pernah ketakutan melihat kucing karena menyangka kucing tersebut akan menggigitnya. Agar tidak terancam lagi dengan kucing akhirnya ia menghindari semua kucing. Untuk lebih aman, ia pun menghindari tempat-tempat di mana ia melihat banyak kucing misalnya di taman dekat rumah. Sehingga bisa saja ia jadi ogah jalan-jalan di taman seperti yang rutin ia lakukan.
Biasanya rasa takut tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar beberapa minggu. Namun terkadang orangtua juga harus membantu menghilangkan rasa takut tersebut.
Misalnya untuk Putri yang takut kucing, orangtua dapat mengubah persepsinya bahwa kucing jahat. Orangtua dapat menceritakan pengalamannya bersama kucing yang baik. Bila memungkinkan orangtua juga dapat mengajaknya melihat kucing dan mengelus-ngelus kucing yang orangtua sudah yakin bahwa memang kucing tersebut jinak. Hal ini dapat mengubah persepsi anak yang menganggap semua kucing jahat.
Takut Berkembang Menjadi Phobia
Perlu diwaspadai jika tidak ada usaha orangtua untuk mengatasi rasa takut anak. Tidak tertutup kemungkinan rasa takut berkembang menjadi phobia. Sebagai contoh kebanyakan orang takut bila berada di ketinggian. Namun rasa takut tersebut masih bisa kita atasi. Orang yang mengalami phobia, bisa saja lemas, sesak napas, atau berteriak keras karena saking takutnya berada di ketinggian.
Apakah balita bisa terkena phobia? Hal ini tergantung dari beberapa faktor, yang meliputi kepribadian anak, apakah tipe anak yang pemberani atau tipe anak yang penakut; juga bergantung pada pengalamannya, seberapa traumatik kah pengalaman tersebut baginya.
Atasi Phobia
Perlu proses dan latihan terus-menerus untuk mengurangi phobia pada anak. Ketakutan irasional ini bisa tergeneralisasi. Misalnya, takut dokter pada anak, dapat tergeneralisasi pada hal-hal lain yang masih berhubungan. Umpama, melihat orang berbaju putih saja dia ketakutan.
Tak heran begitu masuk ruang periksa atau bertemu dengan dokter dalam sosok yang nyata, pastilah dia menjerit-jerit dan menangis ketakutan. Seharusnya phobia bisa diatasi sejak dini oleh orangtua. Tetapi kalau phobia yang ia alami cukup parah atau sudah tidak bisa diatasi orangtua, maka bantuan psikolog anak diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "ketakutan pada anak"
Posting Komentar